Ethical Governance
Nama : Herdyana Eka Yustanti
Kelas : 4EB23
Npm : 23212421
1.
Governance System
Etika
dalam kehidupan didasarkan pada nilai, norma, kaidah dan aturan. Etika berupa
etika umum (etika sosial) dan etika khusus (etika pemerintahan). Ethical
Governance (Etika Pemerintahan) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik
dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat
manusia. Dalam ethical governance (etika pemerintahan) terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Good
governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam
perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan
sudah seharusnya direspon positif oleh aparatur penyelenggara pemerintahan.
Good governance mengandung dua arti yaitu :
a. Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam
kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara
yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah pada
asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Pencapaian
visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan
kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan
administrasi negara yang bersangkutan.Untuk penyelenggaraan Good Governance
tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika merupakan suatu ajaran yang
berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
a. Logika, mengenai tentang benar dan salah.
b. Etika, mengenai tentang perilaku baik dan buruk.
c. Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Secara etimologi, istilah etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu kata “Virtus” yang berrti keutamaan dan baik
sekali, serta bahasa Yunani yaitu kata “Arete” yang berarti utama. Dengan
demikian etika merupakan ajaran-ajaran tentang cara berperilaku yang baik dan
yang benar. Perilaku yang baik mengandung nilai-nilai keutamaan, nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan erat dengan hakekat dan kodrat manusia yang luhur.
Oleh karena itu kehidupan politik pada jaman Yunani kuno dan Romawi kuno
bertujuan untuk mendorong, meningkatkan dan mengembangkan
manifestasi-manifestasi unsur moralitas. Kebaikan hidup manusia yang mengandung
empat unsur yang disebut juga empat keutamaan yang pokok (the four cardinal
virtues) yaitu :
a. Kebijaksanaan, pertimbangan yang baik (prudence).
b. Keadilan (justice).
c. Kekuatan moral, berani karena benar, sadar dan tahan
menghadapi godaan (fortitude).
d. Kesederhanaan dan pengendalian diri dalam pikiran, hati, nurani
dan perbuatan harus sejalan atau “catur murti” (temperance).
Dengan demikian etika pemerintahan
tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. Filsafat pemerintahan adalah prinsip
pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda
pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD Negara kalau melihat
sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat teoritis, “mempertanyakan yang
ada”, sedangkan filsafat praktis, “mempertanyakan bagaimana sikap dan perilaku
manusia terhadap yang ada”. Dan filsafat etika. Oleh karena itu filsafat
pemerintahan termasuk dalam kategori cabang filsafat praktis. Filsafat
pemerintahan berupaya untuk melakukan suatu pemikiran mengenai kebenaran yang
dilakukan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengacu kepada
nilai-nilai baik formal maupun etis.
Dari segi etika, pemerintahan adalah
perbuatan atau aktivitas yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan.
Oleh karena itu, perbuatan atau aktivitas pemerintahan tidak terlepas dari
kewajiban etika dan moralitas serta budaya baik antara pemerintahan dengan
rakyat, antara lembaga/pejabat publik pemerintahan dengan pihak ketiga.
Perbuatan semacam ini biasanya disebut Prinsip kepatutan ini menjadi fondasi
etis bahi pejabat publik dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas
pemerintahan.
Karena pemerintahan itu sendiri
menyangkut cara pencapaian negara dari perspektif dimensi politis, maka dalam
perkembangannya etika pemerintahan tersebut berkaitan dengan etika politik.
Etika politik subyeknya adalah negara, sedangkan etika pemerintahan subyeknya
adalah elit pejabat publik dan staf pegawainya.
Etika politik berhubungan dengan
dimensi politik dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan pelaksanaan
sistem politik seperti contoh : tatanan politik, legitimasi dan kehidupan
politik. Bentuk keutamaannya seperti prinsip demokrasi (kebebasan berpendapat),
harkat martabat manusia (HAM), kesejahteraan rakyat.
Etika pemerintahan berhubungan
dengan keutamaan yang harus dilaksanakan oleh para elit pejabat publik dan staf
pegawai pemerintahan. Oleh karena itu dalam etika pemerintahan membahas
perilaku penyelenggaraan pemerintahan, terutama penggunaan kekuasaan, kewenangan
termasuk legitimasi kekuasaan dalam kaitannya dengan tingkah laku yang baik dan
buruk.
Wujud etika pemerintahan tersebut
adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh
dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks
proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus
pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin
politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan
hukum secara de jure maupun de facto oleh pemerintahan RI, di mana pancasila
digunakan sebagai doktrin politik organisasinya.
1. Budaya Etika
Menurut Chursway dan
Ledge, budaya merupakan
sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dengan
para pegawai berperilaku.
Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang
baik dan apa yang buruk serta tentang hal dan kewajiban moral.
Budaya organisasi (Organizational
Culture) dianggap
sebagai variable independent yang mempengaruhi perilaku anggota di dalam
organisasi. Budaya Organisasi dapat diartikan sebagai suatu persepsi
umum yang diterima oleh seluruh karyawan dalam memandang sesuatu. Organisasi
dapat dipandang sebagai karakteristik yang memberikan nilai pada organisasi.
Terdapat
tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap
perilaku, yaitu:
e.
Keyakinan dan nilai-nilai bersama.
f.
Dimiliki bersama secara luas.
g.
Dapat diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap
perilaku.
3. Mengembangkan
struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good
Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan
akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai
perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola
yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU
Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha,
Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat
suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata
kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim
manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi,
komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban
perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara
maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk
bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sementara itu, sekretaris perusahaan
merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan
atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar
supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu
pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal,
Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh
pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang
tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang
baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah
dan cepat.
4. Kode Perilaku Korporasi
(Corporate Code of Conduct)
Untuk mencapai keberhasilan dalam
jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi oleh integritas yang
tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of
conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan
dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga
menjadi bagian dari budaya perusahaan.
Kode perilaku korporasi (corporate
code of conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam
memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam
perusahaan tersebut. Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu
perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki
kebijakan yang berbeda dalam menjalankan usahanya. Prinsip dasar yang
harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
“Setiap perusahaan harus memiliki
nilai-nilai perusahaan (corporate values)
yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan
usahanya”.
5. Evaluasi terhadap Kode Perilaku
Korporasi
Setiap individu berkewajiban
melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu
lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar
wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.
Evaluasi terhadap kode perilaku
korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic
Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Evaluasi sebaiknya dilakukan
secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan melakukan
koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Dewan kehormatan wajib mencatat
setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada
Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan.
Contoh Kasus Ethical
Governance
Wali Kota
Bandung Ridwan Kamil terus menata kotanya. Tak seperti pejabat di propinsi
tetangga yang dengan sangat arogan menggusur warganya yang sudah menghuni puluhan
tahun, Kang Emil -begitu beliau akrab disapa- melakukan pendekatan yang sangat
manusiawi kepada warga kota Bandung.
"Hari ini
berdiskusi panjang dengan PKL jalan Dayang Sumbi mencari solusi. Alhamdulillah
setelah 30 tahun di situ yang zona merah mereka mau menerima solusi relokasi ke
tempat baru yang dekat dan saling menguntungkan," tutur Kang Emil di laman
facebooknya, Kamis 27 Agustus 2015.
"Sebelum
itu saya mengecek progres revitalisasi tepian Cikapundung agar selesai tepat
waktu dan warga Bandung bisa berinteraksi di pinggir Sungai yang bersih dan
nyaman," ujar Kang Emil.
"Sebelumnya
lagi melakukan Sapa Warga di Bandung Kidul. Hatur Nuhun," tutupnya.
Langkah Kang Emil ini mendapat simpati warga dan ribuan netizen yang menyematkan jempol “like” di facebook.
Langkah Kang Emil ini mendapat simpati warga dan ribuan netizen yang menyematkan jempol “like” di facebook.
"Pemimpin
yang tidak penuh janji..namun penuh dengan bukti.. menenangkan rakyat tanpa
perlu emosi namun dengan rendah hati dan diskusi...... good luck kang
emil...," komen netizen Yusup Hendrawan.
"Ada 10
orang aja pemimpin kayak kang Emil ini, inshaa Allah indonesia jadi
negara terindah di dunia ini,” ujar netizen Soharudin.
Komentar senada dari 833 netizen
mengapresiasi Kang Emil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar