Rabu, 11 November 2015

ETIKA PROFESI AKUNTANSI TUGAS 3 (Ethical Governance)






Ethical Governance

Nama         : Herdyana Eka Yustanti
Kelas         : 4EB23
Npm          : 23212421

1. Governance System
Etika dalam kehidupan didasarkan pada nilai, norma, kaidah dan aturan. Etika berupa etika umum (etika sosial) dan etika khusus (etika pemerintahan). Ethical Governance  (Etika Pemerintahan) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam ethical governance (etika pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.
Good governance merupakan tuntutan yang terus menerus diajukan oleh publik dalam perjalanan roda pemerintahan. Tuntutan tersebut merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon positif oleh aparatur penyelenggara pemerintahan. Good governance mengandung dua arti yaitu :
a.      Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur yang hidup dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan   bernegara yang berhubungan dengan nilai-nilai kepemimpinan. Good governance mengarah pada asas demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
b.     Pencapaian visi dan misi secara efektif dan efisien. Mengacu kepada struktur dan kapabilitas pemerintahan serta mekanisme sistem kestabilitas politik dan administrasi negara yang bersangkutan.Untuk penyelenggaraan Good Governance tersebut maka diperlukan etika pemerintahan. Etika merupakan suatu ajaran yang berasal dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
a.       Logika, mengenai tentang benar dan salah.
b.      Etika, mengenai tentang perilaku baik dan buruk.
c.       Estetika, mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
Secara etimologi, istilah etika berasal dari bahasa Yunani yaitu kata “Virtus” yang berrti keutamaan dan baik sekali, serta bahasa Yunani yaitu kata “Arete” yang berarti utama. Dengan demikian etika merupakan ajaran-ajaran tentang cara berperilaku yang baik dan yang benar. Perilaku yang baik mengandung nilai-nilai keutamaan, nilai-nilai keutamaan yang berhubungan erat dengan hakekat dan kodrat manusia yang luhur. Oleh karena itu kehidupan politik pada jaman Yunani kuno dan Romawi kuno bertujuan untuk mendorong, meningkatkan dan mengembangkan manifestasi-manifestasi unsur moralitas. Kebaikan hidup manusia yang mengandung empat unsur yang disebut juga empat keutamaan yang pokok (the four cardinal virtues) yaitu :
a.         Kebijaksanaan, pertimbangan yang baik (prudence).
b.         Keadilan (justice).
c.          Kekuatan moral, berani karena benar, sadar dan tahan menghadapi godaan (fortitude).
d.         Kesederhanaan dan pengendalian diri dalam pikiran, hati, nurani dan perbuatan harus sejalan atau “catur murti” (temperance).
Dengan demikian etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan. Filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan pada pembukaan UUD Negara kalau melihat sistematika filsafat yang terdiri dari filsafat teoritis, “mempertanyakan yang ada”, sedangkan filsafat praktis, “mempertanyakan bagaimana sikap dan perilaku manusia terhadap yang ada”. Dan filsafat etika. Oleh karena itu filsafat pemerintahan termasuk dalam kategori cabang filsafat praktis. Filsafat pemerintahan berupaya untuk melakukan suatu pemikiran mengenai kebenaran yang dilakukan pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengacu kepada nilai-nilai baik formal maupun etis.

Dari segi etika, pemerintahan adalah perbuatan atau aktivitas yang erat kaitannya dengan manusia dan kemanusiaan. Oleh karena itu, perbuatan atau aktivitas pemerintahan tidak terlepas dari kewajiban etika dan moralitas serta budaya baik antara pemerintahan dengan rakyat,  antara lembaga/pejabat publik pemerintahan dengan pihak ketiga. Perbuatan semacam ini biasanya disebut Prinsip kepatutan ini menjadi fondasi etis bahi pejabat publik dan lembaga pemerintahan dalam melaksanakan tugas pemerintahan.

Karena pemerintahan itu sendiri menyangkut cara pencapaian negara dari perspektif dimensi politis, maka dalam perkembangannya etika pemerintahan tersebut berkaitan dengan etika politik. Etika politik subyeknya adalah negara, sedangkan etika pemerintahan subyeknya adalah elit pejabat publik dan staf pegawainya.

Etika politik berhubungan dengan dimensi politik dalam kehidupan manusia yang berhubungan dengan pelaksanaan sistem politik seperti contoh : tatanan politik, legitimasi dan kehidupan politik. Bentuk keutamaannya seperti prinsip demokrasi (kebebasan berpendapat), harkat martabat manusia (HAM), kesejahteraan rakyat.

Etika pemerintahan berhubungan dengan keutamaan yang harus dilaksanakan oleh para elit pejabat publik dan staf pegawai pemerintahan. Oleh karena itu dalam etika pemerintahan membahas perilaku penyelenggaraan pemerintahan, terutama penggunaan kekuasaan, kewenangan termasuk legitimasi kekuasaan dalam kaitannya dengan tingkah laku yang baik dan buruk.

Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta keabsahan hukum secara de jure maupun de facto oleh pemerintahan RI, di mana pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya.

1.    Budaya Etika
Menurut Chursway dan Ledge, budaya merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dengan para pegawai berperilaku. Sedangkan Etika mempunyai arti sebagai ilmu yang mempelajari tentang apa yang baik dan apa yang buruk serta tentang hal dan kewajiban moral.
Budaya organisasi (Organizational Culture) dianggap sebagai variable independent yang mempengaruhi perilaku anggota di dalam organisasi. Budaya Organisasi dapat diartikan sebagai suatu persepsi umum yang diterima oleh seluruh karyawan dalam memandang sesuatu. Organisasi dapat dipandang sebagai karakteristik yang memberikan nilai pada organisasi.
Terdapat tiga faktor yang menjelaskan perbedaan pengaruh budaya yang dominan terhadap perilaku, yaitu:
e.       Keyakinan dan nilai-nilai bersama.
f.       Dimiliki bersama secara luas.
g.      Dapat diketahui dengan jelas, mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap perilaku.

3.     Mengembangkan struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai. Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
4.     Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, suatu perusahaan perlu dilandasi oleh integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan.
Kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam memberikan batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam perusahaan tersebut.  Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang berbeda dalam menjalankan usahanya. Prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
“Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya”.
5.     Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Setiap individu berkewajiban melaporkan setiap pelanggaran atas Code of Conduct yang dilakukan oleh individu lain dengan bukti yang cukup kepada Dewan Kehormatan. Laporan dari pihak luar wajib diterima sepanjang didukung bukti dan identitas yang jelas dari pelapor.
Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Evaluasi sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Dewan kehormatan wajib mencatat setiap laporan pelanggaran atas Code of Conduct dan melaporkannya kepada Direksi dengan didukung oleh bukti yang cukup dan dapat dipertanggungjawabkan.

Contoh Kasus Ethical Governance
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil terus menata kotanya. Tak seperti pejabat di propinsi tetangga yang dengan sangat arogan menggusur warganya yang sudah menghuni puluhan tahun, Kang Emil -begitu beliau akrab disapa- melakukan pendekatan yang sangat manusiawi kepada warga kota Bandung.
"Hari ini berdiskusi panjang dengan PKL jalan Dayang Sumbi mencari solusi. Alhamdulillah setelah 30 tahun di situ yang zona merah mereka mau menerima solusi relokasi ke tempat baru yang dekat dan saling menguntungkan," tutur Kang Emil di laman facebooknya, Kamis 27 Agustus 2015.
"Sebelum itu saya mengecek progres revitalisasi tepian Cikapundung agar selesai tepat waktu dan warga Bandung bisa berinteraksi di pinggir Sungai yang bersih dan nyaman," ujar Kang Emil.
"Sebelumnya lagi melakukan Sapa Warga di Bandung Kidul. Hatur Nuhun," tutupnya.
Langkah Kang Emil ini mendapat simpati warga dan ribuan netizen yang menyematkan jempol “like” di facebook.
"Pemimpin yang tidak penuh janji..namun penuh dengan bukti.. menenangkan rakyat tanpa perlu emosi namun dengan rendah hati dan diskusi...... good luck kang emil...," komen netizen Yusup Hendrawan.
"Ada 10 orang aja pemimpin kayak kang Emil ini, inshaa Allah indonesia jadi negara terindah di dunia ini,” ujar netizen Soharudin.
Komentar senada dari 833 netizen mengapresiasi Kang Emil.



 Refrensi:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar