Sabtu, 02 Januari 2016

Tugas Etika Profesi Akuntansi (BAB XII)

Nama          : Herdyana Eka Yustanti
NPM           : 23212421
Kelas          : 4EB23
Matkul        : Etika Profesi Akuntansi (BAB XII)

Isu Etika Signifikan dalam dunia bisnis dan profesi


Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Isu adalah topic yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang untuk mengemukakan pendapat yang bervariasi. Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai. Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu baik atau buruk. Moral adalah keyakinan individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik, atau buruk walaupun situasi berbeda. Teori moral mencoba menformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah etik. Issue moral (etik) adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari – hari, begitu juga dal dunia bisnis dan profesi.

Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.

Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark-up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum.
Isu etika yang signifikan dengan dunia bisnis dan profesi, diantaranya :


Benturan kepentingan
Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur, Komisaris atau pemegang saham utama di suatu perusahaan. Benturan kepentingan ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis situasi sebagai berikut:
·         Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing (competitor).
·         Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan. Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga ( family ) dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
·         Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh ( control ) terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada hubungan keluarga.
·         Segala penggunaan pribadi maupun berbagai informasi rahasia perusahaan demi suatu kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang atau produk milik perusahaan yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut.
·         Segala penjualan atau pembelian perusahaan yang menguntungkan pribadi. Segala penerimaan dari keuntungan seseorang atau organisasi atau pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan. Segala aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public yang merugikan pihak lain.

            Semua situasi benturan kepentingan adalah kecurigaan dari segi moral, namun beberapa diantaranya lebih serius daripada yang lain. Terdapat tiga cara untuk membedakan benturan kepentingan, antara lain:
1.      Benturan kepentingan aktual dan potensial
            Aktual di sini apabila kepentinan pribadi menyebabkan seseorang bertindak bertentangan denan pihak lain yang seharusnya dipenuhi opeh orang tersebut. Potensial apabila terdapat kemungkinan bahwa seseorang akan tidak mampu memenuhi kewajiban untuk berttindak memenuhi kepentingan pihak lain, sekalipun orang tersebut belum melakukannya.
2.      Benturan kepentingan pribadi dan non-pribadi
            Jika seorang akuntan yang kepentingan pribadinya berbenturan dengan kepentingan klien disebut benturan kepentingan pribadi, sedangkan saat seorang akuntan memberikan jasanya,  maka disbut benturan kepentingan non-pribadi
3.      Benturan kepentingan individu dan organisasi
            Dalam hubungan keagenan, lazimnya adalah seorang yang bertindak demi kepentingan prinsipal. Prinsipal ini bisa individu atau organisasi. Akan tetapi, organisasi juga dapat bertindak sebagai agen dan karenanya jua bisa merupakan pihak yang kepentingannya berbenturan.

Bentuk-bentuk dari Benturan Kepentingan yaitu;
a.       Pertimbangan yang bias
Benturan ini biasanya berupa pertimbangan akuntan yang mementingkan kepentingan pribadinya sehingga mengabaikan kepentingan klien.
b.      Kompetisi langsung
Ini dapat berupa benturan dalam pekerjaan seorang pegawai dengan perusahaannya di mana sama-sama memiliki kepentingan
c.       Penyalahgunaan kedudukan/posisi
Biasanya dengan kedudukan benturan yang terjadi berupa nepotisme atau mengedepankan keluarga dengan jabatannya daripada seseorang yang mungkin lebih ahli yang bukan keluarganya.
d.      Pelanggaran kerahasiaan
Pelanggaran ini biasanya untuk mendapatkan kepentingan pribadinya dengan mengungkapkan rahasia yang merugikan pihak lain.
Benturan yang terjadi pada Akuntan profesional yaitu kepentingan atau hubungan yang membuat pertimbangan-pertimbangan seorang akuntan dapat goyah, sehingga seorang akuntan harus tetap menjag integritas, objektivitas dan independensi nya terhadap setiap kepentinan dan hubungan.
Jenis-jenis Benturan Kepentingan bagi Akuntan Profesional
1.      Kepentingan pribadi seorang akuntan berbenturan dengan kepentingan stakeholder atau orang lain.
2.       Kepentingan pribadi akuntan dan beberapa stakeholder berenturan dengan stakeholder lainnya.
3.      Kepentingan satu klien diutamakan daripada kepentingan klien lainnya.
4.      Kepentingan satu atau beberapa stakeholder berbenturan dengan satu atau beberapa stakeholder lainnya



Etika dalam tempat kerja
Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada lagi dan kegiatanekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak menghormati setiap pribadi. Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian memperdayasaingan. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.

Dalam pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk “kejahatan kerah putih”.


Adapun beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
1.      Etika Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
2.      Etika Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan, Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
3.      Etika dalam hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus di jaga sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup


Aktivitas bisnis internasional – masalah budaya
Seorang pemimpin memiliki peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi, budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam mereka melakukan sesuatu.

Tidaklah mengherankan, bila sama-sama kita telaah kebanyakan perusahaan sekarang ini. Para pemimpin yang bergelimang dengan fasilitas dan berbagai kondisi kemudahan. Giliran situasinya dibalik dengan perjuangan dan persaingan, mereka mengeluh dan malah sering mengumpat bahwa itu semua karena SDM kita yang tidak kompeten dan tidak mampu. Mereka sendirilah yang membentuk budaya itu (masalah budaya). Semua karena percontohan, penularan dan panutan dari masing-masing pemimpin. Maka timbul paradigma, mengubah budaya perusahaan itu sendiri.

Budaya perusahaan memberi kontribusi yang signifikan terhadap pembentukan perilaku etis, karena budaya perusahaan merupakan seperangkat nilai dan norma yang membimbing tindakan karyawan. Budaya dapat mendorong terciptanya prilaku. Dan sebaliknya dapat pula mendorong terciptanya prilaku yang tidak etis.


Akuntabilitas Sosial
Akuntabilitas sosial merupakan proses keterlibatan yang konstruktif antara warga negara dengan pemerintah dalam memeriksa pelaku dan kinerja pejabat publik, politisi dan penyelenggara pemerintah. 

Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
1.      Untuk mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan produksi suatu perusahaan
2.      Untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
3.      Untuk menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu perusahaan.

Salah satu alasan utama kemajuan akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya:
a.              Menentukan biaya dan manfaat social
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor penting dari manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi dengan menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan kontribusi dan kerugian secara spesifik.
b.              Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat saat aktivitas yang menimbulkan biaya dan   manfaat sosial ditentukan dan kerugian serta kontribusi
c.              Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.
Tanggung Jawab Sosial Bisnis dunia bisnis hidup ditengah-tengah masyarakat, kehidupannya tidak bisa lepas dari kehidupan masyarakat. Oleh karena itu ada suatu tanggungjawab social yang dipikul oleh bisnis. Banyak kritik dilancarkan oleh masyarakat terhadap bisnis yang kurang memperhatikan lingkungan.



Manajemen Krisis
Krisis merupakan suatu kejadian besar dan tidak terduga yang memiliki potensi untuk berdampak negatif maupun positif. Kejadian ini bisa saja menghancurkan organisasi dan karyawan, produk, jasa, kondisi keuangan dan reputasi . Krisis merupakan keadaan yang tidak stabil dimana perubahan yang cukup menentukan mengancam, baik perubahan yang tidak diharapkan ataupun perubahan yang diharapkan akan memberikan hasil yang lebih baik. Organisasi yang memikirkan dampak negatif yang mungkin ditimbulkan dari suatu krisis akan berusaha untuk mempersiapkan diri sebelum krisis tersebut terjadi. Bahkan ada peluang dimana organisasi dapat mengubah krisis menjadi suatu kesempatan untuk memperoleh dukungan publik

Sebab Krisis Krisis terjadi apabila ada benturan kepentingan antara organisasi dengan publiknya. Secara umum dapat dijelaskan bahwa penyebab krisis adalah

1.      Sebab umum :                 
o   Gangguan kesejahtraan dan rasa aman
o   Tanggung jawab sosial diabaikan

2.       Sebab khusus :
o   kesalahan pengelola yang mengganggu lapisan bawah
o   penurunan profit yang tajam
o   Penyelewengan
o   perubahan permintaan pasar
o   kegagalan/penarikan produk
o   regulasi dan deregulasi
o   kecelakaan atau bencana alam

Suatu krisis menurut pendapat Steven Fink dapat dikategorikan kedalam empat level perkembangan, yakni :
1.      Tahap Prodomal
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah. Padahal pada tahap ini, bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajemen gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius: tahap akut.
Contoh: Kasus rush nasabah bank BCA tahun 1998

2.      Tahap Akut
Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.
Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya, sekali sinyal – sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun , berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan leh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.
     
3.      Tahap Kronis
Organisasi masih merasakan dampak dari krisis yang terjadi dan terkadang dampak ini bisa lebih lama dari krisis itu sendiri.
Tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.
Contoh: Kasus tumpahan minyak Kapal Exxon Valdez (1989).

4.      Tahap Resolusi (Penyembuhan)
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini.
Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali pada keadaan semula (prodromal).


Contoh kasus:


“ Penggelembungan Nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk ”

Penggelembungan nilai (mark upPT. Kimia Farma Tbk  pada tahun 2001 (Arifin, 2005).  Laba bersih dilaporkan  sebesar Rp 132 miliar lebih, padahal seharusnya hanyalah sebesar Rp 99,6 miliar. Berdasarkan  hasil  pemeriksaan BAPEPAM, penggelembungan sebesar Rp 32,7 miliar tersebut berasal dari:
·      overstated atas penjualan pada Unit Industri Bahan Baku sebesar Rp 2,7 miliar,
·      overstated atas persediaan barang pada Unit Logistik Sentral sebesar Rp 23,9 miliar, dan
·      overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated atas penjualan sebesar Rp 10,7 miliar pada unit Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Arifin (2005) menyatakan bahwa para akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance). Dalam hubungannya dengan prinsip good corporate governance (GCG), peran akuntan secara signifikan terlibat dalam berbagai aktivitas penerapan prinsip-prinsipGCG. Terbongkarnya kasus–kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam  praktik manajemen  laba memberikan kesadaran tentang betapa pentingnya peran dunia pendidikan dalam menciptakan sumber daya manusia yang cerdas dan bermoral. Ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa sikap dan perilaku moral (akuntan) dapat  terbentuk  melalui proses pendidikan yang terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input, sedikit banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan sebagai output.

Kasus pelanggaran etika seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan, pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh karena itu, terjadinya berbagai kasus sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran untuk lebih memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan profesi akuntan.

Pertanyaan–pertanyaan tentang dugaan atas pelanggaran etika profesi akuntan terhadap kepercayaan publik telah menimbulkan campur tangan pemerintah. Ponemon dan Gabhart (1993),  memberikan argumen bahwa hilangnya kepercayaan publik dan  meningkatnya campur tangan dari pemerintah pada gilirannya menimbulkan dan membawa kepada matinya profesi akuntan, dimana masalah etika melekat dalam lingkungan pekerjaan para akuntan professional (Ponemon dan Gabhart, 1993; Leung dan Cooper, 1995).

Para akuntan profesional cenderung mengabaikan persoalan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, dkk. 1985, dalam Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan suatu persoalan akuntansi. 

Disisi lain, karakter moral berkenaan dengan personaliti, seperti kekuatan ego, keteguhan ego,  kegigihan,  kekerasan hati,  pemikiran dan kekuatan akan pendirian serta keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar (Rest, 1986). Seorang individu yang memiliki kemampuan dalam menentukan apa yang secara moral baik atau buruk dan benar atau salah, mungkin bisa gagal atau salah dalam berkelakuan secara moral sebagai hasil dari kegagalan dalam mengidentifikasi persoalan-persoalan moral(Walker, 2002).  Dalam berkelakuan secara moral seorang individu dipengaruhi oleh faktor-faktor individu yang dimilikinya.

Jones (1991) telah mengembangkan suatu model isu-kontinjen untuk menguji pengaruh persepsi intensitas moral dan menghubungkannya dengan ‘model empat komponen Rest’Rest (1986) membangun  model kognitif tentang pengambilan keputusan (empat model komponen) untuk menguji pengembangan proses-proses pemikiran moral dan perilaku individu (Chan dan Leung, 2006). Rest menyatakan bahwa untuk bertindak secara moral, seorang individu melakukan empat dasar proses psikologi, yaitu :
1.    Sensitivitas Moral (Moral Sensitivity)
2.    Pertimbangan Moral (Moral Judgment)
3.    Motivasi Moral (Moral Intentions), dan
4.    Perilaku Moral (Moral Behavior)).

Jones (1991) mengungkapkan bahwa isu-isu intensitas moral secara signifikan mempengaruhi proses pembuatan keputusan moral. Penelitian sebelumnya telah menguji pengaruh komponen dari intensitas moral terhadap sensitivitas moral (Singhapakdi dkk., 1996; May dan Pauli, 2000), pertimbangan moral (Webber, 1990, 1999; Morris dan McDonald, 1995; Ketchand dkk., 1999; Shafer dkk., 1999), dan intensi moral(Singhapakdi dkk., 1996, 1999; Shafer dkk., 1999; May dan Pauli, 2000). Dalam penelitian-penelitian tersebut, beberapa komponen intensitas moral ditemukan berpengaruh secara signifikan dalam proses pembuatan keputusan moral dari berbagai responden. Bagaimanapun, terdapat sedikit penelitian yang melakukan pengujian pada berbagai karakteristik dari isu-isu dan pengaruhnya terhadap proses pembuatan keputusan moral pada mahasiswa akuntansi.

Kesimpulan Kasus :
Kasus-kasus pelanggaran terhadap etika dalam dunia bisnis yang terjadi di Indonesia belakangan ini seharusnya mengarahkan kebutuhan bagi lebih banyak penelitian yang meneliti mengenai pembuatan keputusan etis. Kerasnya isu dalam hal pembuatan keputusan moral terasa sangat penting dalam menegakkan kembali martabat dan kehormatan profesi akuntan yang sedang dilanda krisis kepercayaan dari masyarakat luas.
Penelitian pengembangan etika akuntan profesional seharusnya dimulai dengan penelitian mahasiswa akuntansi di bangku kuliah, dimana mereka ditanamkan perilaku moral dan nilai-nilai etika profesional akuntan (Jeffrey, 1993).  Menurut Ponemon dan Glazer (1990), bahwa sosialisasi etika profesi akuntan pada kenyataanya berawal dari masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan profesional di masa datang.


Sumber:

Tugas Etika Profesi Akuntansi (BAB XI)

Nama          : Herdyana Eka Yustanti
NPM           : 23212421
Kelas          : 4EB23
Matkul        : Etika Profesi Akuntansi (BAB XI)


Etika dalam Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen




Tanggung jawab akuntan Keuangan dan Akuntan Menejemen
Akuntansi manajemen adalah disiplin ilmu yang berkenaan dengan penggunaan informasi akuntansi oleh para manajemen dan pihak-pihak internal lainnya untuk keperluan penghitungan biaya produk, perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta pengambilan keputusan. Akuntan manajemen mempunyai peran penting dalam menunjang tercapainya tujuan perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai melalui cara yang legal dan etis, maka para akuntan manajemen dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya, dan etis.

Tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan manajemen lebih luas dibandingkan tanggung jawab seorang akuntan keuangan, yaitu:
a) Perencanaan, menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan, menyusun sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara yang tepat untuk memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.
b) Pengevaluasian, mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan kejadian-kejadian yang diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak.
c) Pengendalian, menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas organisasi dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan mengadakan tindakan koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada cara-cara yang diharapkan.
d) Menjamin pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi sehingga sistem pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran prestasi manajemen.
e) Pelaporan eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-prinsip akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal.

Competence, Confidentiality, Integrity and Objectivity of Management Accountant

Ada empat standar etika untuk akuntan manajemen yaitu:

1.      Kompetensi
Artinya, akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan.


Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
§  Menjaga tingkat kompetensi profesional sesuai dengan pembangunan berkelanjutan, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
§  Melakukan tugas sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis yang berlaku.
§  Mampu menyiapkan laporan yang lengkap, jelas, dengan informasi yang relevan serta dapat diandalkan.

2.      Kerahasiaan (Confidentiality)

Mengharuskan seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali ada otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.


Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:

§  Mampu menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam pekerjaan, kecuali ada izin dari atasan atau atas dasar kewajiban hukum.
§  Menginformasikan kepada bawahan mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh, agar dapat menghindari bocornya rahasia perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga pemeliharaan kerahasiaan.
§  Menghindari diri dari mengungkapkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi maupun kelompok secara ilegal melalui pihak ketiga.


3.      Integritas (Integrity)
Mengharuskan untuk menghindari “conflicts of interest”, menghindari kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:

§  Menghindari adanya konflik akrual dan menyarankan semua pihak agar terhindar dari potensi konflik.
§  Menahan diri dari agar tidak terlibat dalam kegiatan apapun yang akan mengurangi kemampuan mereka dalam menjalankan tigas secara etis.
§  Menolak berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk sogokan lain yang dapat mempengaruhi tindakan mereka.
§  Menahan diri dari aktivitas negati yang dapat menghalangi dalam pencapaian tujuan organisasi.
§  Mampu mengenali dan mengatasi keterbatasan profesional atau kendala lain yang dapat menghalagi penilaian tanggung jawab kinerja dari suatu kegiatan.
§  Mengkomunikasikan informasi yang tidak menguntungkan serta yang menguntungkan dalam penilaian profesional.
§  Menahan diri agar tidak terlibat dalam aktivitas apapun yang akan mendiskreditkan profesi.


4.      Objektivitas (Objectifity)

Mengharuskan para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif, mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan rekomendasi yang ditampilkan.

Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
§  Mengkomunikasikan atau menyebarkan informasi yang cukup dan objektif.
§  Mengungkapkan semua informasi relevan yang diharapkan dapat memberikan pemahaman akan laporan atau rekomendasi yang disampaikan. Akuntan yang dianggap kreatif adalah akuntan yang dapat menginterpretasikan grey area standar akuntansi untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan dari interpretasi tersebut.

Akuntansi dengan standar yang berlaku, adalah alat yang digunakan manajemen (dengan bantuan akuntan) untuk menyajikan laporan keuangan. Praktek akuntansi tentunya tidak terlepas dari kebijakan manajemen dalam memilih metode yang sesuai dan diperbolehkan. Kebijakan dan metode yang dipilih dipengaruhi oleh kemampuan interpretasi standar akuntansi, dan kepentingan manajemen sendiri.


Dua jenis pengungkapan yang dapat diberikan dalam laporan keuangan yaitu:
a. Mandatory disclosure (pengungkapan wajib)
b. Voluntary discolure (pengungkapan sukarela)
Tentunya jika manajemen dapat menggunakan media disclosure ini dalam menjelaskan kebijakan dan praktek akuntansi yang dilakukan sehingga para pengguna paham dan dapat menilai motivasi dibelakangnya, dan tidak merasa dirugikan, sehingga kebijakan tersebut dapat dikatakan legal dan etis.


Whistle Blowing

Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. Pihak yang dilaporkan ini bisa saja atasan yang lebih tinggi ataupun masyarakat luas. Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang konfidensial dan memang harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut efek yang merugikan bagi pihak lain, entah itu masyarakat atau perusahaan lain. Whistle blowing menyangkut kecurangan tertentu yang merugikan perusahaan sendiri maupun pihak lain, apabila dibongkar atau disebarluaskanakan merugikan perusahaan, paling minimal merusak nama baik perusahaan tersebut.

Whistle blowing dibagi menjadi dua yaitu :
1.      Whistle Blowing internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan perusahaan tertinggi, pemimpin yang diberi tahu harus bersikap netral dan bijak, loyalitas moral bukan tertuju pada orang, lembaga, otoritas, kedudukan, melainkan pada nilai moral: keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian bukan karyawan yang harus selalu loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh mana pimpinan atau perusahaan bertindak sesuai moral.
2.      Whistle Blowing eksternal, yaitu membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak luar seperti masyarakat karena kecurangan itu merugikan masyarakat, motivasi utamanya adalah mencegah kerugian bagi banyak orang, yang perlu diperhatikan adalah langkah yang tepat sebelum membocorkan kecurangan terebut ke masyarakat, untuk membangun iklim bisnis yang baik dan etis memang dibutuhkan perangkat legal yang adil dan baik.


Creative Accounting
Creative Accounting adalah semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999). Pihak-pihak yang terlibat di dalam proses creative accounting, seperti manajer, akuntan (sepengetahuan saya jarang sekali ditemukan kasus yang melibatkan akuntan dalam proses creative accounting karena profesi ini terikat dengan aturan-aturan profesi), pemerintah, asosiasi industri, dan lain-lain.

Creative accounting melibatkan begitu banyak manipulasi, penipuan, penyajian laporan keuangan yang tidak benar, seperti permainan pembukuan (memilih penggunaan metode alokasi, mempercepat atan menunda pengakuan atas suatu transasksi dalam suatu periode ke periode yang lain).

Watt dan Zimmerman (1986), menjelaskan bahwa manajer dalam bereaksi terhadap pelaporan keuangan digolongkan menjadi 3 buah hipotesis :
1.      Bonus Plan Hyphotesis (Perilaku dari seorang manajer sering kali dipengaruhi dengan pola bonus atas laba yang dihasilkan. Tindakan yang memacu para manajer untuk mealkaukan creative accounting, seringkali dipengaruhi oleh pembagian besaran bonus yang tergantung dengan laba yang akan dihasilkan. Pemilik perusahaan umumnya menetapkan batas bawah, sebagai batas terendah untuk mendapatkan bonus. Dengan teknik seperti ini, para manajer akan berusaha menaikkan laba menuju batas minimal ini. Jika sang pemilik juga menetapkan bats atas atas laba yang dihasilkan, maka manajer akan erusaha mengurangi laba sampai batas atas dan mentransfer data tersebut pada periode yang akan dating. Perilaku ini dilakukan karena jika laba melewati batas atas tersebut, manajer tidak akan mendapatkan bonus lagi)
2.      Debt Convenant Hyphotesis (Merupakan sebuah praktek akuntansi mengenai bagaimana manajer menyikasi perjanjian hutang. Sikap yang diambil oleh manjer atas adanya pelanggaran atas perjanjian hutang yang jatuh tempo, akan berupaya menghindarinya degan memilih kebijakan-kebijakan akuntansi yang menguntungkan dirinya)
3.      Political Cost Hyphotesis (Sebuah tindakan yang bertujuan untuk menampilkan laba perusahan lebih rendah lewat proses akuntansi. Tindakkan ini dipengaruhi oleh jika laba meningkat, maka para karyawan akan melihat kenaikan aba tersebut sebagai acuan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui kenaikan gaji. Pemerintah pun melihat pola kenaikan ini sebagai objek pajak yang akan ditagih)

Contoh kasus (Legal) :

Perusahaan PT. ABC lebih menggunakan metode FIFO dalam metode arus persediaannya. Karena dari sisi FIFO akan menghasilkan profit lebih besar dibandingkan LIFO, atau Average. Hal ini dilakukan karenaAsumsi Inflasi Besar. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatanyang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan metodeidentifikasi khusus tidak memungkinkan atau tidak praktis.

FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati parallel dengan arus fisik yang terjual. Beban dikenakan pada biaya yang dinilai melekat pada barang Jika perusahaan dengan tingkat persediaan yang tinggi sedang mengalami kenaikan biaya persediaan yang signifikan, dan kemungkinan tidak akan mengalamipenurunan persediaan di masa depen, maka LIFO memberikan keuntungan arus kas yang substansial dalam hal penundaan pajak.

Ini adalah alasan utama dari penerapan LIFO oleh kebanyakan perusahaan. Bagi banyak perusahaan dengan tingkat persediaany ang kecil atau dengan biaya persediaan yang datar atau menurun, maka LIFO hanyamemberikan keuntungan kecil dari pajak. Perusahaan seperti ini memilih untuk tidak menggunakan LIFO.


Fraud Accounting
Fraudsebagai suatu tindak kesengajaan untuk menggunakan sumber daya perusahaan secara tidak wajar dan salah menyajikan fakta untuk memperoleh keuntungan pribadi. Dalam bahasa yang lebih sederhana, fraud adalah penipuan yang disengaja. Hal ini termasuk berbohong, menipu, menggelapkan dan mencuri. Yang dimaksud dengan penggelapan disini adalah merubah asset/kekayaan perusahaan yang dipercayakan kepadanya secara tidak wajar untuk kepentingan dirinya.


Fraud Auditing
Karakteristik kecurangan Dilihat dari pelaku fraud auditing maka secara garis besar kecurangan bisa dikelompokkan menjadi 2 jenis :
1.      Oleh pihak perusahaan, yaitu manajemen untuk kepentingan perusahaan (di mana salah saji yang timbul karena kecurangan pelaporan keuangan (misstatements arising from fraudulent financial reporting, untuk menghindari hal tersebut ada baiknya karyawan mengikuti auditing workshop dan fraud workshop) dan pegawai untuk keuntungan individu (salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva)
2.      Oleh pihak di luar perusahaan, yaitu pelanggan, mitra usaha, dan pihak asing yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

Kecurangan pelaporan keuangan biasanya dilakukan karena dorongan dan ekspektasi terhadap prestasi pengubahan terhadap catatan akuntansi atau dokumen pendukung yang merupakan sumber penyajian kerja manajemen. Salah saji yang timbul karena kecurangan terhadap pelaporan keuangan lebih dikenal dengan istilah irregularities (ketidakberesan). Bentuk kecurangan seperti ini seringkali dinamakan kecurangan manajemen (management fraud), misalnya berupa manipulasi, pemalsuan, atau laporan keuangan. Kesengajaan dalam salah menyajikan atau sengaja menghilangkan (intentional omissions) suatu transaksi, kejadian, atau informasi penting dari laporan keuangan, untuk itu sebaiknya anda mengikuti auditing workshop dan fraud workshop.

Salah saji yang berupa penyalahgunaan aktiva kecurangan jenis ini biasanya disebut kecurangan karyawan (employee fraud). Salah saji yang berasal dari penyalahgunaan aktiva meliputi penggelapan aktiva perusahaan yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum(ada baiknya karyawan mengikuti seminar fraud dan seminar auditing). Penggelapan aktiva umumnya dilakukan oleh karyawan yang menghadapi masalah keuangan dan dilakukan karena melihat adanya peluang kelemahan pada pengendalian internal perusahaan serta pembenaran terhadap tindakan tersebut. Contoh salah saji jenis ini adalah penggelapan terhadap penerimaan kas, pencurian aktiva perusahaan, mark-up harga dan transaksi tidak resmi.

Contoh Kasus : Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Penelitian COSO menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat yang diselidiki oleh SEC. Diantaranya adalah :
1.      Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
2.      Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
3.      Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.


Contoh kasus:

Frank Dorrance, seorang manajer audit senior untuk Bright and Lorren,CPA baru saja diinformasikan bahwa perusahaan berencana untuk mempromosikannya menjadi rekanan pada 1 atau 2 tahun ke depan bila ia terus memperlihatkan tingkat mutu yang tinggi sama seperti masa sebelumnya. Baru saja Frank ditugaskan untuk mengaudit Machine International sebuah perusahaan grosir besar yang mengirimkan barang keseluruh dunia yang merupakan klien Bright and Lorren yang bergengsi. Selama audit, Frank menentukan bahwa Machine International menggunakan metode pengenalan pendapatan yang disebut “tagih dan tahan” yang baru saja dipertanyakan oleh SEC. Setelah banyak melakukan riset, Frank menyimpulkan bahwa metode pengenalan pendapatan tidaklah tepat untuk Machine International.

Ia membahas hal ini dengan rekanan penugasan yang menyimpulkan bahwa metode akuntansi itu telah digunakan selama lebih dari 10 tahun oleh klien dan ternyata tepat. Frank berkeras bahwa metode tersebut tepat pada tahun sebelumnya tetapi peraturan SEC membuatnya tidak tepat tahun ini. Frank menyadari tanggung jawab rekan itu untuk membuat keputusan akhir, tetapi ia merasa cukup yakin untuk menyatakan bahwa ia merencanakan untuk mengikuti persyaratan SAS 22 (AU 311) dan menyertakan sebuah pernyataan dalam kertas kerja bahwa ia tidak setuju dengan keputusan rekannya. Rekan itu memberitahukan Frank bahwa ia tidak akan mengizinkan pernyataan demikian karena potensi implikasi hukum.


Namun, ia mau menulis sebuah surat kepada Frank yang menyatakan bahwa ia mengambil tanggung jawab penuh untuk keputusan akhir bila timbul suatu permasalahan hukum. Ia menutup dengan mengatakan, “Frank, rekan harus bertindak seperti rekan. Bukan seperti meriam lepas yang berusaha untuk membuat hidup menjadi sulit bagi rekan mereka. Anda masih harus bertumbuh sebelum saya merasa nyaman dengan anda sebagai rekan.”



Solusi :
pada kasus di atas, kita dapat menggunakan pendekatan enam langkah untuk menyelesaikan dilema etis tersebut, antara lain :

Terdapat fakta-fakta yang relevan. Dalam kasus ini, fakta-fakta tersebut adalah :
Metode pengenalan pendapatan yang digunakan Machine International merupakan metode yang dipertanyakan oleh pihak SEC.

Sumber: